Muktamar-Kah KAMMI?
Muktamar
VIII KAMMI 2013
Nafas atmosfer Muktamar VIII
KAMMI 2013 kian kentara terasa, hajat dua
tahunan tersebut kali ini akan diadakan tidak seperti biasanya. Pasalnya
tidak tanggung-tanggung, momentum krusial tersebut akan diadakan di Provinsi
DKI Jakarta, Ibu Kota yang notabene pusat pemerintahan negara.
Dengan
segala potensi demografi,geopolitik serta berbagai macam kelebihan dan kendala
yang ada didalamnya. Jakarat menjadi pilihan PP (Pengurus Pusat) KAMMI, setelah
sebelumnya beredar isu bahwa agenda besar ini akan dilaksanakan di kota para
Pahlawan,Surabaya.
Acara yang akan menentukan siapakah pemimpin
masa depan KAMMI ini santer diberitakan akan dibuka pada tanggal 21 mei 2013 di
Amir Oasis Hotel, oleh menpora Roy suryo. Hotel bintang lima yang ada
dibilangan Jakarta Pusat ini terkenal akan kemewahan serta tarif sewanya yang
terbilang cukup mahal. Tidak hanya itu, para pembicara dan tamu undangan pun
merupakan tokoh nasional serta parapejabat tinggi negara. Nama-nama seperti
Chairul Tanjung,Roy Suryo,Jimly Assidiqie,Amien Rais,Fahry Hamzah,Jokowi dll
mengisi daftar pembicara, hal ini kian
menggambarkan kemeriahan acara yang
diketuai oleh Obby ( ketua KAMMI daerah Jakarata) ini.
Esensi
Muktamar?.
Disini penulis, dan mungkin
beberapa teman lainnya kerap kali menanyakan tentang esensi perayaan Muktamar,khususnya
Muktamar KAMMI kali ini. Dan
mungkin,semua pertanyaan tersebut akan berujung pada satu point, “benarkah
perayaan yang ditaksir menghabiskan dana ratusan juta tersebut akan melahirkan
pemimpin KAMMI yang lebih baik?”. Memang tidak ada salahnya jika hajat
besar ini diadakan secara meriah dan megah, karna memang dari acara inilah awal
kelahiran pemimpin baru KAMMI, yang akan memimpin KAMMI dua tahun kedepan,
Namun mengenai kualitasnya? Siapakah yang mampu menjamin?.
Sempat terbesit kabar mengenai
nama-nama yang akan mencalonkan diri menjadi ketua umum KAMMI 2013, dan
beberapa diantaranya, ialah nama-nama yang tak asing lagi ditelinga alias para
‘PEMULA’ (Pemain Muka Lama), yang secara track record kepemimpinan sebelumnya,
terbilang tidak cukup prestatif. Lalu kian mencuat pertanyaan, “benarkah mereka semua layak menjadi
pemimpin KAMMI?”.
Serangkaian acara yang meriah
pada perhelatan muktamar VIII KAMMI 2013, seharusnya tidak mengurangi hakikat
tujuan dari diadakan acara tersebut. Momen-momen seperti debat kandidat,pemaparan
Visi Misi, seharusnya mendapatkan porsi yang lebih. Karna memang esensi dari
diadakannya Muktamar, agar para peserta tau kompetensi dan kualitas para calon
pemimpinnya kelak.
Muktamar VIII KAMMI bukan ajang
aji mumpung bagi para oportunis kelas coro. Calon ketua KAMMI harus memiliki
Narasi yang jelas dalam membangun KAMMI dua tahun kedepan. Dan dua tahun
kedepan bukanlah momen sembarangan, ditahun 2014 KAMMI tentunya akan dihadapkan
oleh momen pemilihan presiden 2014. Maka kontribusi,mobilitas dan manuver KAMMI
akan sangat ditentukan oleh orang yang memimpinnya. Dan yang terpenting, sosok
tersebut harus mampu ‘memperlakukan’ dan mencintai KAMMI,tulus sepenuh hati.
Yang pastinya tidak menjadikan KAMMI sebagai alat penyalur syahwat Politik
Pribadinya.
Teringat sepenggal puisi yang
diciptakan oleh Ahmad Wahib, seorang aktivis HMI di era 60’an. Puisi yang
begitu menggambarkan tentang kecintaan seorang Aktivis pada wadah
pergerakannya.
HMI bukan sekedar alat
Yang bisa diganti dengan
lain alat.
HMI bukan sekedar saluran
Yang bisa ditukar
bergantian.
Terasa.. HMI telah
menjadi nyawa kita
dia ada dalam urat dan
nadi kita...
Sekalipun
Ahmad wahib tidak pernah menjadi ketua PB HMI, namun kecintaannya kepada HMI
yang membawa ia kepada kemasyuran dikalangan aktivis HMI hingga hari ini.
Tentu sikap sepeti ini perlu kita
contoh, agar lahir rasa kecintaan pemimpin kita yang tulus terhadap lembaga
yang kita naungi ini, ialah KAMMI.
KAMMI
dan Jerat Kapitalisme politik.
KAMMI bukan alat untuk
merealisasikan politik praktis yang Kapitalistik, KAMMI sebegai gerakan mahasiswa harus mampu
menjunjung tinggi nilai-nilai idealisme ke-mahasiswa-annya. KAMMI kedepan
bukanlah KAMMI yang dapat ditunggangi oleh kepentingan-kepentingan partai politik
. Kapitalisme dan neo-liberalisme
adalah tirani kebatilan yang merupakan musuh abadi KAMMI. Tindakan dari
beberapa oknum petinggi KAMMI, yang dicurigai kerapkali ‘menjual’ gerakan ini
kepada Partai Politik harus ditolak keberadaannya di Pengurus Pusat KAMMI.
Karna oknum-oknum seperti inilah yang akan menginjak-injak nilai luhur
filososfi KAMMI itu sendiri. KAMMI adalah gerakan Sosial Independen dan Politik
Ekstra Parlementer!
Kedapan, gerakan KAMMI harus
memiliki porsi gerak yang lebih dalam tatan praksis sosial. Buktikan bahwa
KAMMI adalah ‘anugrah terbaik” yang diberikan Tuhan untuk bangsa indonesia.
Bukan hanya dalam persoalan politik bangsa, namun keberadaan KAMMI seharusnya
mampu mengurangi problematika sosial yang diderita oleh masyarakat tertindas.
Citra KAMMI yang ada,seakan menjelaskan
bahwa KAMMI merupakan alat dari partai politik tertentu yang sangat rentan
untuk dipolitasasi. dan tentunya kembali muncul pertanyaan tentang realita
tersebut (jika benar) “kalau memang KAMMI
gerakan Mahasiswa yang ‘melek’ politik, kenapa mau-maunya dipolitasasi?”
terlebih oleh satu partai saja. Bukankah dalam nalar politik liberal “tidak ada kawan abadi, yang ada hanya
kepentingan abadi?”. Lantas mengapa KAMMI hanya ‘merapatkan’ dirinya pada satu
partai saja.? Bukankah hal tersebut justru memperjelas ke’polosan’ KAMMI dalam
berpolitik, padahal KAMMI sangat bebas serta memiliki bergaining position kuat dalam menentukan Haluan Politiknya jika ia
mau.
KAMMI yang
Syumul.
Mohammad Yamin didalam salah satu
artikelnya pernah mengkritik sikap NU (PWNU) Jatim yang terlalu mengambil ranah
politik dalam ajang Pilgub Jatim 2008 lalu. Yamin merasa bahwa jamaah NU yang
terlalu disibukkan dengan agenda-agenda politik praktis justru berdampak pada
degradasi kontribusi NU dalam berdakwah. Yamin menegaskan bahwa, Kaum Nahdliyin
harus mampu mengembalikan semangat dakwah keumatan yang murni. Ialah semangat
dakwah yang langsung menyentuh sendi-sendi praksis sosial umat Islam di Jatim.
Agar cita-cita dakwah yang dibangun oleh pendahulu mereka tidak tergerus oleh
agenda politik yang begitu menyibukkan waktu mereka. Sehingga masyarakat merasa
kehilangan akan peran NU yang secara langsung ditengah-tengah mereka.
Sejenis Kritik M. Yamin bisa saja
dilemparkan kepada KAMMI melalui para kadernya. Jika KAMMI kelak memiliki sikap
yang sama dalam keterlibatannya yang berlebihan pada ranah politik semata,
sehingga menanggalkan kewajiban dakwah lainnya.
Namun kritik tersebutpun tentunya tidak akan pernah ada, jika KAMMI
tidak dibutuhkan atau bahkan tidak dianggap keberadaannya oleh ummatnya lagi.
Maka KAMMI selanjutnya, haruslah KAMMI yang syumul.!!
Pustaka:
-Pergolakan Pemikiran Islam
(Ahmad Wahib,LP3ES)
-Nahdatul Ulama, Dinamika
ideologi dan Politik (Kompas Press)
-Agar Reformasi Tak Mati suri (Tim
UI,Pustaka Nauka)
*Oleh Jimmy Julian
Kadept. Kebijakan Publik KAMMI Komisariat UNJ G-XIII
*Oleh Jimmy Julian
Kadept. Kebijakan Publik KAMMI Komisariat UNJ G-XIII
Langganan:
Posting Komentar
(Atom)
0 komentar:
Posting Komentar