KAMMI dan firasat Intelektualitas



Menyoal Intelektualitas.
Intelektual, Cerdas,berakal dan berfikiran jernih berdasarkan ilmu pengetahuan (KBBI, Kamus Besar Bahasa Indonesia) (1), sebuah sifat yang begitu dekat dengan entitas yg bernama Mahasiswa, sejak awal periode abad 20, mahasiswa termasuk dalam golongan yang berkontribusi  besar dalam mekanisme perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia.hal tersebut dapat dibuktikan dalam catatan sejarah yang menunjukan bahwa tokoh-tokoh intelektual seperti Douwes Dekker, Tjipto Mangunkusumo,Sutomo dll yang sempat menempuh pendidikan di STOVIA (sekolah kedokteran) belanda, kemudian menginisiasi lahirnya lembaga perjuangan kaum intelek yang bernama Boedi Oetomo
Ahmad Wahib, seorang tokoh  HMI Jogja pada era 60an-70an mendefinisikan intelektual dengan makna, seorang Intelektual ialah mereka tidak hanya yang terdidik (educated) secara akademis,tetapi juga memiliki kreatifitas,gairah pengabdian dan kepedulian sosial yang tinggi (2).
 Dalam hal ini Wahib menarik garis tegas tentang perbedaan antara seorang Intelektual dan teknokrat. Baginya, seorang Intelektual akan senantiasa menggunakan keilmuannya untuk dapat membantu menyelesaikan persoalan Bangsa dan Masyarakat, dan menjadikan Ilmu sebagai
instrument yang bernilai universal objektif, yang tidak terpenjara oleh kepentingan politik kekuasaan. Sedangkan teknokrat, menurut Wahib, ialah sekelempok orang yang menggunakan keilmuanya sebagai alat pelayanan kepada mereka yang sedang berkuasa. (3)
           
Mahasiswa dan Intelektualitas.
Fenomena yang ada saat ini ialah, terjadi semacam pergeseran nilai sosial dan intelektualitas dalam tubuh aktivisme mahasiswa, acapkali mahasiswa terkesan hambar dan kering dari pemahaman dan kesadaran gerakan, dan makin inferior ketika berbicara tentang ilmu pengetahuan. Sehingga hal tersebut kian membawa situasi ini kepada deviasi dari hakikat aktivisme mahasiswa.
 Padahal seorang intelektual memiliki tanggung jawab dan konsekuensi dalam sistem pembelajaran dan perjuangan sosialnya, dengan kata lain ada timbal balik dari proses pembentukan dan dampak keberadaan seorang intelektual ditengah kehidupan sosial. Mahasiswa yang seharusnya mampu membangun kesadaran tentang hakikat pendidikan sebagai tangga perjuangan dan pembebasan sosial, mesti memiliki ruang kontributif yang tinggi dalam membangun nilai kebermanfaatan diranah praksis.
Eko Prasetyo membagi  3 point dalam memaknai posisi pengetahuan dan intelektualitas sebagai pemeran kehidupan sosial  1. Pengetahuan dan sistem pengetahuan adalah kekuatan yang dibentuk secara historis 2. Adanya akibat sosial dari pengetahuan  tersebut  3.  Pengetahuan dan sistem pengetahuan adalah alat untuk melakukan rekonstruksi sosial(4).  Maksud dari Eko adalah, afirmasi pengetahuan adalah sebuah proses yang berkala dan sistematis lalu dari proses tersebut lahirlah gagasan dan tindak nyata yang kemudian memiliki dampak dalam perubahan dan perbaikan sosial.
Karena mahasiswa bukanlah malaikat yang kemudian ter-alienasi dari masyarakatnya. Mahasiswa adalah satu kesatuan dari tatanan sosial, dan mahasiswa adalah subjek yang menjadikan akses pendidikannya sebagai alat pembebasan masyarakat, alat pembebasan dari kebodohan dan ketertindasan.

KAMMI dan Teologi sebagai alat Perjuangan.
Dalam mukadimah konstitusi dan nilai-nilai perjuangan KAMMI, dikatakan bahwa KAMMI lahir sebagai alat perlawanan dari pemimpin Bangsa yang tiranik, dan KAMMI hadir sebagai pembela dari kaum yang tertindas(mustadh’afin).
KAMMI sadar  bahwa KAMMI haruslah terus menjadi solusi dari permasalahan Umat yang ia cintai, dan senantiasa melahirkan kader yang benar-benar memiliki jiwa intelektual sejati. Seorang intelektual menggunakan khasanah keilmuannya utnuk membela kepentingan umat, -meminjam isltilah Antonio Gramsci- yang menyebutnya dengan istilah Intelektual Organik.
Menarik jikalau KAMMI  mencermati  pandangan  Ali Shariati mengenai konsepsi intelektual, Ali menyebutnya dengan istilah roushan fikr, yaitu orang-orang yang merasakan sebuah keresahan  dalam berbagai permasalahan umat, serta melakukan kerja-kerja dan kontribusi riil untuk perbaikan umat (5). Namun menurut Ali, sebuah intelektualitas adalah bagian dari kesadaran ideologi, karena ideologi tersebutlah yang menentukan arah hidup, suatu perbuatan, dan pemikiran yang khas yang kemudian akan membentuk sebuah filsafat hidupnya.
Pentingnya ideologisasi pada aktor intelektual telah dijelaskan secara gamblang oleh Ali Shariati, hal ini tentunya agar perjuangan yang ada dapat dilakukan secara konsisten dalam aspek kesadaran. Karna Ideologi tersebut akan menstimulasi nalar kritis atas gambaran sosial yang tidak sesuai dengan idealismenya, sehingga seorang intelektual tersebut akan bergerak untuk melakukan perbaikan.
Dan mengapa kamu tidak mau berperang dijalan Allah dan membela kaum mustadh’afin (kaum yang lemah), baik laki-laki, perempuan maupun anak-anak yang berdoa, “ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini yang penduduknya zhalim. Berilah kami pelindung dari sisi-Mu dan berilah kami penolong dari sisi-Mu” (QS.Annisa:75)

Islam mengajarkan KAMMI tentang perlawanan melalui kisah Musa As dan Fir’aun dan Islam pun mengajarkan KAMMI tentang melawanan ketertindasan Umat di berbagai Ayat dalam Al-qur’annya. Hal inilah yang mendorong KAMMI untuk terus berjuang dibawah naungan pemahaman dan perintah Islam.
Syariati menjelaskan bagaimana seharusnya seorang intelektual bersikap, yang menurutnya seorang intelektual harus memiliki keberpihakan yang jelas, yaitu kepada nilai-nilai kebenaran dan kepentingan Rakyat. Inilah yang harus dipahami oleh kader KAMMI.
            Jikalau benar KAMMI merupakan solusi alternatif dari kondisi stagnan yang kian romantis dengan  dengan kehancurannya. Maka bagi kader KAMMI, tidak ada  penawaran dengan logika pragmatisme yang kini meng-hegemoni sebagian aktivisme mahasiswa.
            Kader KAMMI harus ‘bangkit’ bangku kuliahnya untuk kembali menyentuh umat yang kemarin sempat ia tinggalkan. KAMMI harus  kembali pada niatan awal lahirnya ia dimuka bumi ini. Yang dengan lantang mambawa pekik takbir berikut Islam sebagai solusi segala permasalahan bangsa
Aku tidak perduliberapa lama aku harus hidup dalam sistim ini.
Aku akan tidak pernah menerimanya.
Aku akan perangi sistim ini sampai mati
 (Martin Luther King) (6)
….
*Penulis adalah Kadept Kebijakan Publik KAMMI komisariat UNJ, Kontributor di PenaHijau , dapat dijumpai pada Akun Twitter @JimmyJoelian
Catatan kaki:
(1)   KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia)
(2)   Ahmad Wahib (Pergolakan Pemikiran Islam,LP3ES)
(3)   Ibid
(4)   Makalah Adhe Nuansa Wibisono (membumikan Intelektual Profetik,2012)
(5)   Ibid
(6)   Martin Luther King, Dikutip dalam buku, (Orang Miskin Dilarang Sekolah! .Eko Prasetyo.ResistBook)

0 komentar:

Twitter

Search

Like Box