SANG PEMIMPIN, SANG PEMIMPI : Dua Wajah yang Tak Terpisahkan




Sepotong Episode Kisah Klasik yang populis dikalangan umat manusia, perjalanan inspiratif dari sumber yang sakral dan yang sebelumnya yang juga telah diwariskan oleh orang-orang terdahulu. Kisah seorang anak manusia pilihan yang melihat dalam dimensi kehidupannya yang lain sebelas bintang, satu matahari dan satu bulan bersujud kepadanya. Ya, Dialah yang dianugerahi oleh Allah dengan setengah dari ketampanan Manusia yang paling mulia, Rasulullah. Dialah yang diberikan kepercayaan oleh Allah sebagai salah Satu dari 25 manusia pilihan-Nya. Sang 12 dari 114 kalam-Nya. Dialah Nabiyullah Yusuf ‘Alaihissalam. Mimpinya adalah pertanda bahwa kelak dirinya akan menjadi seorang pemimpin yang besar, disegani oleh saudara-saudaranya yang dahulu sangat membenci dirinya.Dialah bendaharawan negeri Mesir yang pandai menjaga amanah dan berpengetahuan luas [12:55].
                Kiprahnya dalam menjalankan roda kepemimpinannya tidak terlepas dari mukjizat dan pertolongan dari Allah swt, yaitu menakwilkan mimpi. Melalui mukjizat yang Ia peroleh itu, Ia dapat menakwilkan mimpi raja mesir pada saat itu yang tidak bisa ditakwilkan oleh para pemuka-pemuka
kaum. Mimpi Sang Pemimpin itu kelak akan menjadi masalah yang melanda negeri yang dipimpinnya itu. Maka sebagai titik penyelesaian masalah diangkatlah Nabi Yusuf menjadi  Bendaharawan negeri. Berangkat dari mimpi sang raja , Nabi Yusuf membuat strategi, Mengorganisir dan menjalankan program penyelamatan negeri Mesir dan sekitarnya dari bahaya kelaparan menjadi sebuah manajemen strategis yang sangat luar biasa. Mimpinya menjadikan Ia sebagai pemimpin yang membawa kesejahteraan bagi manusia.
                Tentunya kita berpikir bahwa kisah tersebut adalah diktum Gesichte ist einmalig atau sejarah hanya terjadi sekali saja, tak akan pernah terulang oleh siapapun dan hanya dijadikan sebagai pelajaran masa kini. Sebuah mimpi (menurut American Heritage Dictionary, 2009) adalah deretan pemikiran, citra, suara atau emosi yang dialami pikiran saat tidur Namun mimpi yang akan kita bahas bukan hanya mimpi yang terjadi karena kebanyakan tidur, bukan  mimpi yang terjadi akbiat resonansi dalam rangkaian syaraf. Akan tetapi mimpi disini adalah suatu gagasan besar, cita-cita agung, angan-angan mulia. Lalu apa hubungannya Sang Pemimpi dengan Sang Pemimpin itu,mengapa  dua objek itu tak terpisahkan satu sama lain ??
                Mungkin jawbannya bisa kita temukan dari kisah Sang Pemimpin Sang Pemimpi lainnya. Presiden Kulit Hitam Marthin Luther King, Jr dengan pidatonya yang sangat terkenal pada abad ke- 20. “I Have a Dream”, retorika yang menawan menggugah siapa saja yang mendengarkan dimana  yang berisi seruan kesetaraan ras orang Amerika, antara kulit hitam dan kulit putih yang sampai saat ini mimpi itu menjadi nyata.
                Maka tidaklah berlebihan ketika Salah seorang ulama, pemikir, Da’i dan mujahid islam yang bernama Syaikh Hasan Al Banna, selalu mengingatkan murid-muridnya akan adanya satu kaidah sosiologi yang mengatakan bahwa “Kenyataan hari ini adalah mimpi kemarin, dan mimpi hari ini adalah kenyataan esok Hari”.  Kaidah ini terus-menerus Ia doktrinkan kepada murid-muridnya, tentunya dengan berbagai argumentasi Al-Qur’an dan Sunnah yang dia tetapkan sebagai rujukan utama gerakannya sehingga gerakan yang Ia bangun (menurut majalah Al-Mujtama’ ) sekarang telah tersebar lebih dari tujuh puluh negara di dunia.
                Begitulah seharusnya, sikap yang dilakukan seorang pemimpin. Ia berani bermimpi,akan tetapi tidak pula menjadikan mimpinya sebagai mimpi yang kosong atau menjadikan mimpinya  seperti yang disebutkan dalam surat Al-Anbiya: 25 sebagai Ad ghatsu ahlaam (mimpi-mimpi yang kacau) namun seorang pemimpin yang menjadikan mimpinya itu sebagai cita-citanya, Visioner. Menggapai cita-cita yang besar, yaitu khoiru ummatin ukhrijat linnaas, sebagai umat terbaik yang dilahirkan manusia [3:110], cita-cita liyuzhirohu ‘alad-diini kullihi, yang diunggulkan atas segala agama [9:33]. Namun, terkadang cita-cita tersebut dianggap sebagian besar kalangan sebagai mimpi belaka, sebuah gerakan utopis yang tak kan pernah tercapai sampai kapanpun. Anggaplah hal itu adalah sebuah “Celaan orang yang mencela” [5:54] dan harus kita sikapi dengan perasaan tidak takut terhadap celaan orang-orang yang mencela.
                Lalu bagaimana cara merealisasikan mimpi-mimpi itu secara kongkret, bukan hanya sekedar menyampaikan retorika yang mengguncang-guncangkan semangat bagai api yang berkobar lalu kemudian padam lagi. Tentunya sebagai seorang Dai sebelum yang lain  kita harus melakukan langkah-langkah binaa’ur rijaal (pembinaan tokoh-tokoh masa depan). Pembinaan bersifat rabbaniyah, Akhlak yang karimah dan Karakter yang kuat serta kesabaran dalam proses pembentukannya. Sebab hanya dengan langkah seperti inilah, setapak demi setapak mimpi itu akan semakin dekat dengan kenyataan.
                Kini dunia merindukan Sang Pemimpin Sang Pemimpi, yang dengan mimpinya itu Ia dapat merubah segalanya dari mustahil menjadi mungkin. Karena Allah swt tidak akan merubah suatu kaum  kecuali jika kaum itu sendiri yang merubahnya. Maka Bermimpilah, karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpi itu -Arai dalam novel Edensor-
Daftar Pustaka
1.       Membangun Ruh Baru (Musyaffa Abdurrahim,2005)
2.       QS [12:55], [21;55], [3:110], [9:33], [5:54]

Oleh : Rant Guswandi
Staff Departemen Humas Gerakan KAMMI Komisariat UNJ G-XIII

0 komentar:

Twitter

Search

Like Box