Jual Pendidikan , Beli Tanggung Jawab



Sebagai bangsa yang besar—karena sumber daya alamnya—sudah semestinya bangsa indonesia juga memikirkan besarnya sumber daya manusianya hari ini. Banga yang besar adalah bangsa yang menyadari bahwa melahirkan generasi penerus yang berkualitas adalah sebuah kewajiban. Karena generasi peneruslah yang nantinya akan menjalankan apa yang generasi sebelumnya cita-citakan. Karena tidak selamanya generasi tua akan hidup.
Kualitas generasi  berbanding lurus dengan kualitas bangsanya sendiri. Semakin banyak generasi penerus dan tidak diiringi dengan kualitas maka akan membuat sebuah bangsa hanya terbelenggu pada masalah dan masalah tiap harinya. Sementara jika generasi penerusnya banyak dan diiringi dengan kualitas yang baik maka akan menjadi aset yang berharga untuk menjalani kehidupan berbangsa ke depan.

Nilai strategis pendidikan
Jika kita melihat indonesia hari ini dengan mata yang terbuka lebar selebar lebarnya, maka kita harus menerima sebuah kenyataan bahwa di berbagai lini kehidupan menunjukan sebuah hal yang tidak bisa dibilang sebagi sebuah kemajuan. Di tingkat akar rumput
kita melihat bahwa rakyat belum bisa sejahtera dalam segi ekonomi maupun pendidikan. anak sekolah harus rela meninggalkan bangku sekolah mereka dan bergulat dengan debu jalanan. Sementara mahasiswa kehilangan fungsinya sebagai entitas bangsa yang intelektual, cerdas, kritis dan pro rakyat. Di tingkat elite kita mendapati pemimpin bangsa yang tidak memiliki integritas bercokol di tempat yang menentukan hajat hidup orang banyak.
Hal ini memberikan kita sebuah pengertian
bahwa pergolakan yang terjadi di bangsa kita adalah terkait sistem pendidikan. kita jadi tahu dan yakin bahwa sistem pendidikan di indonesia ini yang juga turut bertanggung jawab dalam tiap helai permasalahan negeri ini.
Kuatnya visi dan paradigma pendidikan yang kuat dari republik ini yang akan “membidani” lahirnya generasi pemimpin yang berkualitas. Tiap jenjang pendidikan mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Integrasi dari masing masing fase pendidikan inilah yang akan diarahkan untuk kepentingan strategis bangsa.

Warna kebijakan dan arah pendidikan
Suatu sistem pendidikan akan dipengaruhi oleh warna kebijakan yang hadir dalam sebuah negara. Sistem politik dan ekonomi mempengaruhi visi dan paradigma negara dalam menyusun sebuah sistem pendidikan. sistem politik yang gunanya mengatur jalannya sebuah negara dan ekonomi yang mengatur kesejahteraan rakyat turut berperan dalam menentukan arah pendidikan kedepan.
Itulah yang kiranya hari ini terjadi di indonesia, kentalnya motif politik dan ekonomi yang mempengaruhi sistem pendidikan yang notabene akan menghasilkan para pemimpin bangsa kedepanya. Kondisi politik yang cenderung pragmatis dan pola ekonomi indonesia yang dekat dengan kapitalis –walaupun indonesia bilang ekonomi kerakyatan—yang membuat pragmatisme dan kapitalisme masuk kedunia pendidikan.

Orientasi pasar global
 Jika kita bilang pendidikan adalah komoditi yang diperdagangkan maka pendapat itu tidak sepenuhnya salah. Karena orientasi pendidikan saat ini yang hanya mmenuhi pasar global tak pelak tecermin dari tiap kebijakan pendidikan.
Generasi yang dilahirkan hanya dipersiapkan untuk memenuhi kebutuhan industri dan pasar global tanpa menyadari dan menghayati apa yang semestinya dicita citakan negeri ini dalam tiap visinya. Kita sering dengar bahwa tujuan negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Tanyakan kedalam hati kita masing-masing apakah cita-cita luhur ini sudah tercapai ? pendidikan tidak lebih dari sekedar hal yang taat pada hukum pasar. Dirancang sedemikian rupa agar memiliki daya jual dan nilai ekonomi. Semua berorientasi kepada profit !
Semakin tinggi harga sebuah jasa pendidikan maka semakin tinggi kualitasnya. Inilah kesesatan berpikir yang melanda pendidikan kita. Mau tak mau ini harus kita telan sebagai pil pahit dalam penyelenggaraan  negara untuk memberikan hal terbaik bagi rakyatnya.
Pendidikan menjadi lahan investasi yang menggiurkan. Tidak hanya industri pertambangan, industri manufaktur melainkan industri pendidikan juga mulai dilirik sebagai alternatif mencari lembaran rupiah demi rupiah.

RUU Pendidikan Tinggi
 Mahasiswa belakangan diresahkan dengan rancangan undang-undang perguruan tinggi(RUU PT). Nafas RUU PT tidak jauh berbeda dengan nafas badan hukum milik negara (BHMN). Nafas managemen perusahaan yang diselipkan dan disamarkan untuk bisa bersahabat dengan sistem pendidikan. semangat managemen perusahaan itu sudah dilaksanakan di perguruan tinggi seperti UI, IPB, ITB, UGM, USU.Kemunculan rancangan undang-undang pendidikan tinggi ini adalah upaya untuk melapangkan jalan bagi proses liberalisasi pendidikan di indonesia.
 Pasal pasal dalam rancangan pendidikan tinggi adalah pasal siluman yang tiap ayatnya bernilai proyek dan bernilai ekonomis. Pasal-pasal tersebut di atas memperlihatkan kekaburan antara fungsi PTN sebagai institusi pendidikan dengan sebagai institusi usaha bisnis. Kekaburan itu tampak jelas  dari wajibnya universitas memiliki Unit Usaha terdiri dari tiga bentuk, yaitu unit usaha akademik, unit usaha penunjang, dan unit usaha komersial.  Unit Usaha Akademik adalah unit usaha yang terkait dengan kegiatan akademik. Unit Usaha Penunjang adalah unit usaha yang menunjang kegiatan universitas. Unit Usaha Komersial adalah badan usaha yang didirikan dan dimiliki sepenuhnya oleh universitas dalam rangka menunjang pendanaan penyelenggaraan Tri Dharma Perguruan Tinggi.
 Kata-kata “usaha” seperti menjelaskan kepada kita bahwa universitas yang tugasnya “melayani” pendidikan menjadi “mengusahakan” pendidikan. makin menegaskan bahwa rancangan undang-undang perguruan tinggi yang akan disahkan cacat nilai. Managemen perusahaan yang diadopsi untuk me-managemen pendidikan tinggi indonesia. Sehingga pendidikan tinggi menjadi perusahaan yang mengusahakan bisnis berkedok sosial.
Hanya yang memiliki modal lah yang bisa masuk dan merasakan nyamanya bangku pendidikan tinggi. Hanya manusia manusia kaya lah yang bisa memiliki gelar dari universitas jika memang peraturan ini diberlakukan. Sesuai dengan “hukum rimba” yang kuatlah yang akan menang dan berjaya.

Orang miskin dilarang pintar
 hal ini menjadi lagi-lagi sebuah petunjuk bahwa negara ini adalah negara gagal (failed state) dalam menyelenggarakan pendidikan sebagai salah satu tujuan luhur ketika dahulu bangsa ini didirikan oleh para founding father kita.
Terlebih pendidikan yang telah dirasuki roh liberalisasi dan kapitalisasi melahirkan pragmatisme di tiap penyelenggaraanya.
Petani yang anaknya bahkan tidak berani bermimpi untuk bisa lulus SD adalah golongan yang ikut merajut benang benang dalam cerahnya jaket almamater kita. Apalagi dengan pembuatan rancangan undang undang pendidikan tinggi yang  akan makin menyisihkan kaum kaum sendal jepit yang bermimpi menjadi profesor.
Orang miskin dilarang pintar !
Begitulah kira-kira bunyi kesimpulan BAB pendidikan di negeri ini yang disepakati bersama secara tidak langsung.
Oleh karena itu tugas kita sebagai mahasiswa adalah tetap bersuara lantang terhadap segala diskriminasi, penindasan, ketidak adilan di negeri kaya raya ini. Jangan kecewakan calon-calon doktor kecil, calon calon profesor kecil, calon-calon pemimpin kecil yang saat ini sedang berlindung dibalik rapuhnya kotak semir yang dikalungkan dilehernya dan mencoba menhibur diri dengan dawai-dawai lirih gitar kecilnya.
Mereka juga berhak pintar !
Hidup pendidikan indonesia !


Oleh : Eko Haryanto
*kadept kaderisasi KAMMI UNJ 2013-2014
 




0 komentar:

Twitter

Search

Like Box