Menjadi Gelas-Gelas: Gelas Penuh dan Gelas Kosong



             



Gelas, bukanlah benda yang asing bagi kita. Kita tahu bentuknya, macamnya, bahannya, fungsinya, bahkan tempat dimana ia selalu berada. Kita sudah  hafal betul dimana harus mencari ketika membutuhkannya. Benda yang seringkali bersanding dengan piring dan sendok makan kita. Mudah sekali untuk menjumpainya; di meja makan kita, penjaja minuman pinggir jalan,  warung-warung kopi, restoran, kafe, hatta restoran mewah sekalipun. Semua lapisan masyarakat memilikinya. Gelas berada dimana-mana
.
Karena gelas kehidupan menjadi begitu nyaman. Karenanya mudahlah urusan air yang me
njadi sumber kehidupan masuk ke tiap-tiap tulang, daging dan persendian. Berkat gelas kita nyaman saja ingin minum, nanti atau segera dihabiskan. Akibat gelas juga kita betah berlama-lama bercengkrama; segelas teh atau kopi menjadi penikmat suasana. Sekedar bersulang, bergurau dan bercanda ria, gelas menjadi teman bahagia. Gelas-gelas yang cantik pun boleh dipajang dijadikan hiasan. Ah gelas, tanpamu kami merana.

Begitulah darinya kita belajar. Untuk aku, kamu, dan kita semua yang begitu semangat dalam dakwah, dan mereka yang hendak mewakafkan dirinya untuk jalan rahmah. Sesederhana gelas namun begitu bermakna dan bermanfaat. Seperti gelas yang mudah ditemui, pejuang dakwah pun seperti itu. Mudah dijumpai kawan dimana saja, kapan saja. Menyentuh seluruh lapis-lapis masyarakat; miskin-kaya, muda-tua, rakyat biasa, pejabat, mahasiswa, sipil, militer, tingkat RT hatta tingkat dunia.

Gelas kosong maupun penuh, selalu ada kebermanfaatan dikeduanya. Gelas yang penuh selalu siap disajikan untuk penikmatnya. Kapanpun dan dimanapun, gelas penuh selalu siap maju lebih dahulu melayani tetamu. Gelas penuh tentu lebih mampu mengambil hati para tamu dibanding setengah penuh, apalagi kosong. Jika gelas tersaji penuh, bercengkrama, berdiskusi lama-lama pun tak terasa jenuh.

Bagaimana dengan gelas yang kosong? Asalkan ia tak terlalu sombong gelas kosong sangatlah menolong. Gelas kosong dapat menemani gelas penuh asalkan ia mau terisi. Jika ada tamu baru yang belum kebagian saji, gelas-gelas kosong siap terisi dan mewarisi. Mewarisi air yang sama dengan gelas penuh atau jika mau bisa dengan lain versi. Gelas kosong harus siap mengganti dan mewarisi.

Sungguh orang-orang yang bertaqwa mendapatkan kemenangan. Kebun-kebun dan buah anggur, dan gadis-gadis cantik yang sebaya, dan gelas-gelas penuh (beiris minuman). (An Naba: 31-35)
Rasulullah SAW, adalah gelas penuh bagi tetamu dunia ini yang tak akan habis tersaji. Tersebab Allah terus tuangkan keilmuan yang senantiasa mengalir pada baginda. Sahabat, Tabi’in dan para ulama adalah gelas-gelas kosong disekitarnya yang senantiasa menampung apa yang meluap dari baginda. Hingga mereka pun menjadi penuh dan meluber dan ditampung kembali oleh gelas-gelas kosong berikutnya.

Kita sebagai gelas-gelas kosong baiknya tidak sungkan untuk mendekati mereka. Jika-jika saja mereka sedang meluberkan isinya, segera kita dapat menampungnya. Sekedar untuk dapat kita nikmati ataupun kita bagi kembali kepada kawan. Bagi gelas-gelas kosong hendaknya tidaklah memiliki sifat sombong kecuali jika ingin tetap menjadi gelas kosong. Dan.. bukankah gelas yang nyaring berbunyi hanyalah gelas kosong, kan?


oleh Suandri Ansah ( departemen kaderisasi )



0 komentar:

Twitter

Search

Like Box