Pendidikan Profetik , Karakteristik Moralitas Pendidikan

“..Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu dengan beberapa derajat”. (Q.S. 58:11)
Pendahuluan

Pendidikan merupakan pilar terpenting bagi kebangkitan dan kemajuan suatu bangsa dimanapun bangsa tesebut berada. Tanpa pendidikan mustahil manusia dapat mengembangkan diri menjadi insan intelektual dan berperadaban, pendidikan pulalah yang pada akhirnya dapat menentukan peningkatan harkat

dan martabat seorang manusia. Sehingga  menjadi
insan yang semakin terdidik artinya lebih memiliki kapabilitas, kredibelitas, dan kompetensi secara khusus. Dan  dihadapan sesama manusia akan lebih dinilai berharga.

            Pendidikan pula yang akhirnya mampu menjadikan bangsa Indonesia baik secara langsung dan tidak langsung dapat memperoleh kemerdekaannya. Karena perjuangan tokoh-tokoh intelektual-lah akhirnya bangsa yang dijajah lebih dari 3,5 abad lamanya dapat membebaskan diri dari keterbelengguan penjajahan secara nasional. Pendidikan yang mencetak para tokoh intelektual pejuang kemerdekaan adalah suatu proses yang pada akhirnya mampu menggugah hati dan keyakinan dalam upaya membebaskan manusia dan bangsa Indonesia dari segala bentuk keterbelengguan baik fisik maupun non fisik.

            Kini 65 tahun lamanya bangsa Indonesia telah menikmati kemerdekaannya. Pendidikanpun telah menjadi proses formal yang telah diterapkan oleh pemerintah kepada setiap generasai muda warganegara. Berbagai  kebijakan telah diputuskan pemerintah demi menyempurnakan sistem pendidikan di Indonesia diharapkan agar dapat menuai hasil yang baik untuk kemajuan bangsa dimasa depan. Namun realita yang diharapkan sangatlah berbeda dari pencapaian yang dimaksud. Bangsa Indonesia masih tergolong tertinggal dengan bangsa-bangsa yang lain, SDM yang dihasilkan dari pendidikan Indonesia masih tergolong rendah dari segi kualitas dan belum mampu bersaing dari segi kompentensi. Hal ini diperburuk dengan keadaan moralitas dari insan terdidik dan masyarakat secara umum, yang berakibat pada moral hazard (Penghancuran Moral) yang telah menjadi karakteristik khas bangsa. Kebijakan dan kepentingan politik menjadikan pendidikan Indonesia sebagai barang komoditi yang dipergunakan untuk melanggengkan politik Neo Kolonialisme (Penjajahan Model Baru) negara maju terhadap negara berkembang seperti di Indonesia.

            Dari Neo Kolonialisme dibidang pendidikan lahirlah istilah-istilah yang pada akhirnya menjadi motif diberlakukannya kebijakan pendidikan dari para elit pemerintahan. Seperti Kapitalisasi pendidikan Indonesia yang berdampak pada pencarian keuntungan materi semata dari ladang pendidikan dan yang lebih berbahaya adalah masuknya paham Sekulerisasi Pendidikan Indonesia yakni memisahkan pendidikan moralitas dan ilmu pengetahuan agar kedepannya pembangunan bangsa tidak bernilai dalam mencetak generasi insan terdidik yang bermoral tangguh dan sadar terhadap kepentingan bangsa.

            Pendidikan Profetik merupakan solusi dalam memperbaiki sistem dan kebijakan pendidikan yang berlaku di Indonesia. Pendidikan profetik secara sekilas dapat diartikan sebagai pendidikan yang memiliki misi ruh profetik (kenabian) dalam mencetak SDM yang terdidik dan memiliki moralitas yang tangguh. Melalui Pendidikan Profetik segala bentuk penindasan keterbelengguan pemikiran dan mentalitas bangsa yang mayoritas umat Islam dapat tercerahkan dan memiliki karakterisitik yang jauh lebih bermartabat.
Pembahasan

            Menurut Prof. Kuntowijoyo. Filosofi Profetik terdapat dalam Surat Ali-Imron 110:
“Engkau adalah ummat terbaik yang diturunkan/dilahirkan di tengah-tengah manusia untuk menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah kemunkaran dan beriman kepada Allah”. 

Ayat tersebut mengandung 3 pilar utama dalam ilmu sosial profetik yaitu; amar ma’ruf (humanisasi) mengandung pengertian memanusiakan manusia. nahi munkar (liberasi) mengandung pengertian pembebasan. dan tu’minuna bilah (transendensi), dimensi keimanan manusia. Selain itu dalam ayat tersebut juga terdapat empat konsep; Pertama, konsep tentang ummat terbaik (The Chosen People), ummat Islam sebagai ummat terbaik dengan syarat mengerjakan tiga hal sebagaimana disebutkan dalam ayat tersebut. Kedua, aktivisme atau praksisme gerakan sejarah. Bekerja keras dan ber-fastabiqul khairat ditengah-tengah ummat manusia (ukhrijat Linnas) berarti bahwa yang ideal bagi Islam adalah keterlibatan ummat dalam percaturan sejarah. Ketiga, pentingnya kesadaran. Nilai-nilai profetik harus selalu menjadi landasan rasionalitas nilai bagi setiap praksisme gerakan dan membangun kesadaran ummat, terutama ummat Islam. Keempat, etika profetik, ayat tersebut mengandung etika yang berlaku umum atau untuk siapa saja baik itu individu (mahasiswa, intelektual, aktivis dan sebagainya) maupun organisasi (gerakan mahasiswa, universitas, ormas, dan orsospol), maupun kolektifitas (jama’ah, ummat, kelompok/paguyuban). Point yang terakhir ini merupakan konsekuensi logis dari tiga kesadaran yang telah dibangun sebelumnya[i].
Pada dasarnya tujuan umum pendidikan profetik berasal dari pendidikan Islam, menurut Prof. M. Athiyah Al-Abrasyi menyimpulkan lima tujuan umum yang asasi. Diantaranya yaitu; Pertama. Untuk membantu pembentukan akhlak yang mulia[ii]. Bahwa pendidikan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam, dan untuk mencapai akhlak sempurna adalah tujuan pendidikan yang sebenarnya. Kedua, persiapan untuk kehidupan dunia dan kehidupan diakhirat. Pendidikan Islam menaruh penuh untuk perhatian kehidupan tersebut, sebab memang itulah tujuan tertinggi dan terakhir pendidikan. Ketiga, persiapan untuk mencari rizki dan pemeliharaan segi-segi kemanfaatan. Islam memandang, manusia sempurna tidak akan tercapai kecuali memadukan antara ilmu pengetahuan dan agama, atau mempunyai kepedulian (concern) pada aspek spiritual, akhlak dan pada segi-segi kemanfaatan. Keempat, menumbuhkan roh ilmiah (scientific spirit) pada pelajar dan memuaskan keinginan arti untuk mengetahui (co-riosity) dan memungkinkan untuk mengkaji ilmu sekedar ilmu[iii]. Kelima, menyiapkan pelajar dari segi profesional.
Pendidikan Islam yang  juga sekaligus sebagai bagian dari sistem pendidikan Nasional. Secara ideal, pendidikan Islam bertujuan melahirkan pribadi manusia seutuhnya. Dari itu, pendidikan Islam diarahkan untuk mengembangkan segenap potensi manusia seperti; fisik, akal, ruh dan hati[iv]. Segenap potensi itu dioptimalkan untuk membangun kehidupan manusia yang meliputi aspek spiritual, intelektual, rasa sosial, imajinasi dan sebagainya. Rumusan ini merupakan acuan umum bagi pendidikan Islam, yang akhir tujuannya adalah pencapaian kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Selain itu Pendidikan Profetik mengandung pengertian bahwa pendidikan harus memandang manusia sebagai subjek pendidikan. Oleh karena itu, starting point dari proses pendidikan berawal dari pemahaman teologis-filosofis tentang manusia, yang pada akhirnya manusia diperkenalkan akan keberadaan dirinya sebagai khalifah Allah dimuka bumi. Pendidikan yang berwawasan kemanusiaan tidak berpretensi menjadikan manusia sebagai sumber ikatan-ikatan nilai secara mutlak (antroposentris), karena di Eropa pada abad pertengahan menjadikan ilmu murni dan teknologi teistik justru membawa malapetaka di abad modern ini, dimana kepribadian manusia menjadi terpisah-pisah di dalam jeratan dogma materialisme yang mengaburkan nilai kemanusiaan. Padahal pendidikan itu sarat akan nilai dan harus berarsitektur atau landasan moral-transendensi.

Penutup
Dalam membangun karakteristik moralitas pendidikan bangsa. Pendidikan Profetik merupakan salah satu solusi yang dapat ditawarkan menjadi icon utama model pembentukan generasi terdidik atau insan intelektual di Indonesia. Hal ini dimaksudkan agar hasil pola dan sistem pendidikan yang diterapkan mampu menjadikan kualitas SDM terdidik Indonesia menjadi paripurna. Dan mampu menjadikan bangsa lebih memiliki karakter yang lebih khas secara spiritual sekaligus bermoral intelektual.
Pendidikan Profetik mengandung tiga pilar utama yang juga mengandung tiga unsur filosofi teologis yakni Humanisasi (Memanusiakan), Liberalisasi (Pembebasan), dan Transedensi (Hubungan Spiritual Iman). Dan sebagai penutup dalam Paradigma Gerakan KAMMI Pendidikan Profetik Adalah upaya mencetak para Intelektual Profetik masa depan yang memiliki tafsir gerakan sebagai berikut:
Gerakan Intelektual Profetik adalah gerakan yang meletakkan keimanan sebagai ruh atas penjelajahan nalar akal
Gerakan Intelektual Profetik merupakan gerakan yang mengembalikan secara tulus dialektika wacana pada prinsip-prinsip kemanusiaan yang universal
Gerakan Intelektual Profetik adalah gerakan yang mempertemukan nalar akal dan nalar wahyu pada usaha perjuangan perlawanan, pembebasan, pencerahan, dan pemberdayaan manusia secara organik[v].
(Wallahu’alam).


[i] Kuntowijoyo, Muslim Tanpa Masjid, Esai-Esai Agama, Budaya, dan Politik dalam Bingkai Strukturalisme Transedental Bandung: Mizan, 2001 hal.357 dan 365

[ii] Al-Ghazali mengatakan: tujuan murid dalam mempelajari segala ilmu pengetahuan pada masa sekarang adalah kesempurnaan dan keutamaan jiwanya. (Al-Ghazali, MIzanul amal 1961). Dikutip dari Zainuddin, Seluk beluk Pendidikan dari al-ghazali, jakarta,1991, hal.44

[iii] Al-Ghazali mengatakan: apabila engkau mengadakan penyelidikan terhadap ilmu engetahuan, maka engau akan melihat kelezatan padanya. Oleh karena itu, tujuan mempelajari ilmu pengetahuan adalah karena ilmu pengetahuan itu sendiri (Al-Ghazali, ihya’Ulumiddin I:13),. Pernyataan itu menyiratkan kesan bahwa penelitian, penalaran, dan pengkajian yang mendalam dengan mencurahkan tenaga dan pikiran (Ijtihad) adalah mengandung kelezatan intelektual kepada mereka dalam mencari hakikat ilmu pengetahuan. Ibid, hal.42

 [iv] Khoiron Rosyadi, Pendidikan Profetik, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, Hal.04

[v] Garis-Garis Besar Haluan Organisasi, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), Muktamar VI Makassar 7 Desember 2008, Pasal 7, Hal 2

Oleh : Akmal Junmiadi
(Aktivis KAMMI Komisariat UNJ)

0 komentar:

Twitter

Search

Like Box