Menulis Itu Perjuangan !
Saya akui memang
menulis itu susah , susah jika tidak ada niat dalam diri untuk menulis.Dicoba berapa kalipun jika belum ada niat yang
bersemayam atau mampir dalam diri ya pasti bakalan mustahil.Kendala dalam sebuah
menulis sebenarnya hanya satu yaitu niat dalam diri.Dulu sebelum mempunyai
komputer saya sering sekali ke warnet untuk mencari artikel bacaan dan pikiran
sayapun membayangkan jika mempunyai komputer alangkah mudahnya bisa membaca
artikel tanpa durasi yang mengejar dan bisa untuk ditulis ulang resume yang
saya baca.
Lalu ketika mempunyai
komputer entah kenapa saya belum juga sempat menulis, sempat juga itupun kalau
ada momen dan tidak ada kerjaan.Saya berpikir jika mempunyai laptop maka
alangkah mudahnya untuk menulis karena bisa membuat kita mobile dengan laptop
tersebut.Akhirny ketika saya mempunyai laptop pun ternyata produktivitas
menulis saya tak kunjung membaik.
Ternyata Sekali lagi
saya menyadari, kendala menulis letaknya bukan di fasilitas, melainkan di
dalam jiwa kita. Kita berlindung kepada Allah dari jiwa yang lemah untuk menyampaikan kebenaran, dari hati yang bungkam untuk mencegah kejahatan.
dalam jiwa kita. Kita berlindung kepada Allah dari jiwa yang lemah untuk menyampaikan kebenaran, dari hati yang bungkam untuk mencegah kejahatan.
Jika kita berpikir
menulis itu susah ya memang betul.Naik sepeda roda dua untuk pertama kali pun
kita mengalamai kesulitan hingga ketika kita telah terbiasa maka lancarlah kita
menaikinya.Seperti itulah menulis.Karena memang setelah kesulitan pasti ada
kemudahan.Percayalah itu.
Memang sangat
disayangkan bangsa kita sudah jauh sekali tertinggal dari bangsa lain apalagi
dari budaya menulis.Kebanyakan dari kita bangga sekali menjadi bangsa konsumen
bukan sebagai bangsa produsen.Kita lihat di toko-toko buku , banyak sekali
rak-rak buku yang telah dijajah oleh bangsa asing dengan produk-produk buku
asingnya seperti novel , atau pun buku dalam bidang keilmuan lain yang itu
tidak lebih baik dari buku-buku lokal.
Menjadi seorang
penulis tidaklah harus menelurkan sebuah buku.Menulis sebuah tulisan atau
artikel yang kemudian dibaca orang lalu artikel tersebut membawa manfaat bagi
dirinya dan juga orang lain sudah cukup membuat kita medapatkan titel seorang
penulis.Penulis yang selalu menebar manfaat lewat tulisan dan
gagasannya.Menulis juga bisa meningkatkan kemampuan kita dalam mengemas
kata-kata yang singkat namun sarat akan makna.
Mahasiswa terutama
yang dikenal sebagai kaum intelektual sudah merosot sekali kultur dalam hal
menulis.Memang sekali lagi kulturlah yang mempertegas jarak antara bangsa kita
dengan bangsa lain yang sudah lebih dulu maju di depan.Kultur inilah yang
seharusnya diciptakan agar mahasiswa tidak kehilangan pemikiran-pemikiran
jernihnya ataupun gagasan solutifnya dalam menulis.Mahasiswa sekarang lebih
cenderung menikmati “zona nyaman”-nya sebagai kaum muda yang bebas menikmati
segala macam kebutuhan dan kenikmatannya sebagai kaum konsumerisme dan
hedonisme.
Mahasiswa sejatinya
selalu lekat dengan keilmuan.Jangan sampai kita selalu berteriak tentang
ketidakadilan oleh penguasa tetapi kita sendiri kosong, kosong akan keilmuan
yang seharusnya dimiliki.dalam menulis itu sebenarnya secara tidak langsung
kita mengikat ilmu kita.Dan dalam menulis pun kita bisa menyinggung atau pun
menolak kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak sesuai dengan kondisi
masyarakat.
Ada sebuah pernyataan yang dinisbatkan oleh Ali bin Abi Thalib, “Ikatlah ilmu dengan menuliskannya.” Lantas?
Kenapa ilmu mesti diikat? .Seorang penulis buku yang berjudul “Menulis, Tradisi Intelektual Muslim”
, Wahtini , mencoba memberikan jawaban. Ilmu perlu diikat karena ilmu pun bisa
lenyap dari bumi sebagaimana lenyapnya ruh dari tubuh, ujarnya.Lalu ia
melanjutkan,ilmu
adalah hikmah yang Allah SWT percayakan kepada orang-orang yang layak
menerimanya. Sebagaimana
firman-Nya dalam Al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 269, “Allah menganugerahkan al-hikmah kepada siapa yang Dia
kehendaki. Dan barangsiapa yang dianugerahi al-hikmah itu, ia
benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang
berakallah yang dapat mengambil pelajaran.”
Akhirnya, marilah
kita mulai kembali untuk membangun kultur kita , membangun masyarakat,membangun
negara dari hal yang terkecil yaitu menulis.Akan mudah untuk mengikat ilmu kita
dengan menulis jika ketetapan tekad sudah bersemayam dalam diri.Namun banyak
dari kita yang merumitkan aktivitas ini.Banyak alasan dan banyak juga dalih
yang dijadikannya sebuah perisai untuk tidak melakukannya.
Mari kita ciptakan
lagi kultur pendidikan dalam diri sendiri dan dalam lingkungan keseharian kita
minimal.Kita bangun lagi tradisi membaca , menulis , berdiskusi menjadi budaya
dan santapan sehari-hari kita.Semoga kita terlindung dari jiwa yang malas dan
hati yang selalu beralasan.Selamat Menulis.Selamat Berkarya.
Oleh : Nurachman Ihya'
Langganan:
Posting Komentar
(Atom)
0 komentar:
Posting Komentar