Pengkebirian Hak Polwan untuk berjilbab


Beberapa pekan belakangan ini  angin segar menerpa dunia kepolisian,khususnya bagi para POLWAN(Polisi Wanita) dimana dalam keterangannya KapolriJendral Sutarman mengizinkan penggunaan jilbab dan menegaskan bahwa pemakaianjilbab adalah hak asasi yang dimiliki oleh Polwan. Setelah mendapatkanperizinan dari Kapolri, maka berbondong-bondong Polwan dari berbagai daerahmenyempurnakan kewajiban mereka sebagai seorang muslimah dengan menggunakanjilbab. Tak lama setelah lampu hijau di berikan oleh Kapolri, munculah TelegramRahasia (TR) yang meminta Polwan berjilbab agar melepas jilbabnya denganberbagai alasan. Telegram Rahasia ini tentu saja membuat banyak Polwan yangsudah berjilbab merasa kecewa, kemudian mereka dipaksa untuk melucuti kembalijilbab yang dipakainya.


Tindakan inkonsistensi yang dilakukan oleh lembagaKepolisian ini dirasa melukai hati umat Islam. Kepolisian dianggap tidak seriusdan terkesan mendapatkan tekanan agar penggunaan jilbab bagi Polwan tidak dapatterealisasi. Sebagai mana yang sama-sama kita ketahui bahwa penggunaan jilbabbagi muslimah tentunya juga termasuk Polwan adalah sebuah kewajiban. Allah berfirman : “ Hai nabi, katakanlahkepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang muslim.Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka, yang demikianitu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu.Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha Penyayang.(Qs. Al Ahzab : 59 ). Dandalam Qs. An-Nisa : 31, Allah berfirman : “Katakanlah kepada wanita yangberiman: Hendaklah merea menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlahmereka menampakkan perhisannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Danhendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkanperhiasannya kecuali kepada suami mereka…”. 

Polwan yang beragama Islam memilikikewajiban yang sama dengan muslimah yang lain, komentar yang disampaikan olehWakapolri Komjen Oegroseno bahwa Polwan yang bersikukuh ingin menggunakanjilbab disarankan untuk pindah ke Polda Aceh dirasa bukan hal yang bijak sertakontra produktif dengan upaya menjaga pluralitas dalam kehidupan berbangsa danbernegara, komentar tersebut justru akan memperkeruh keadaan dimana Kepolisian terkesanmengkotak-kotakkan lembaganya sendiri, dimana Aceh dianggap sebagai satu-satunya tempat yang tepat bagi migrasi para Polwan berjijlbab tersebut, sementara kewajiban berjilbab bagiPolwan tidak hanya berlaku untuk Polwan yang berada di Aceh, tetapi perintahuntuk berjilbab sebagaimana yang di katakan dalam ayat Al-Qur’an di atasberlaku untuk semua muslimah.

Alasan yang dijadikan dalih tertundanya izinpemakaian jilbab seperti yang dikatakan oleh Wakapolri Komjen Oegroseno adalah belumadanya peraturan resmi soal polwan berjilbab dan belum adanya anggaran untukmemfasilitasi penggunaan jilbab beserta seragamnya. Apa yang dikatakan olehWakapolri tersebut justru mengindikasikan kurang profesionalnya aparat teknisdalam menerjemahkan keputusan pimpinan yang jelas-jelas memberikan izin untukPolwan menggunakan jilbab. 

Jika alasan selanjutnya menunda Polwan berjilbabadalah ketiadaan anggaran untuk jilbab dan seragam Polwan, bahkan dikatakanbahwa anggaran itu baru bisa terwujud ditahun 2015 nanti semestinya tidak perluada perintah untuk melepas jilbab. Polri cukup mengeluarkan peraturan yangjelas tentang tata cara berbusana bagi Polwan muslimah dan selebihnya mengenaianggaran, banyak dari masyarakat yang secara suka rela mendonasikan uangnyauntuk menutupi anggaran tersebut. Bahkan sudah ada beberapa pihak yang secaraterang-terangan siap bertindak sebagai donatur. Dari fakta ini, sejatinya sudahtidak ada alasan bagi Kepolisian untuk menunda-nunda perizinan Polwan untukberjilbab. Bersikukuhnya Kepolisian untuk menunda hal positif inimengindikasikan adanya tekanan dari kelompok intoleran yang mempengaruhikeputusan yang diambil. Jika Kepolisian benar-benar konsisten dan mampu keluardari tekanan-tekanan tersebut hingga keputusan resmi tentang perizinan Polwanberjilbab terwujud maka bukan tidak mungkin Lembaga Kepolisian dapat dijadikanrujukan bagi upaya perlindungan hak asasi manusia serta upaya penghormatanterhadap kemajemukan beragama yang ada di Indonesia.

oleh : Hilda Diana (staff Dept. Kebijakan Publik )


0 komentar:

Twitter

Search

Like Box