Menggugat Posisi Sarjana Pendidikan
UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen Pasal 9 berbunyi, “Kualifikasi
akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diperoleh melalui pendidikan tinggi
program sarjana atau program diploma empat.”
Tentu mungkin UU diatas sangat
familiar khususnya untuk mereka yang aktif dalam dunia pendidikan.UU Diatas
belakangan ini banyak dianggap kontroversial oleh sebagian pegiat pendidikan.Kontroversial
karena menurut UU tersebut semua jurusan di Perguruan Tinggi secara konstitusi
disama-ratakan oleh jurusan pendidikan dalam kaitannya jika menjadi seorang
guru.Lalu kalau begitu , buat apa ada jurusan pendidikan jika jurusan dengan
ilmu murni pun bisa diakui sebagai guru atau disamakan?
Sebuah sistem pasti terdapat
komponen didalamnya yang mempunyai fungsi dan peranan masing-masing.Begitu juga
dalam sistem pendidikan di Indonesia.Guru merupakan salah satu komponen yang
berperan sangat penting didalamnya.Maka jika kualitas pendidikan di Indonesia
ingin ditingkatkan maka perlu juga meningkatkan kualitas gurunya begitupun yang
terkait dengannya seperti kurikulum LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan) , dan sub-sistem yang mengatur di dalamnya.
Meminjam perkataan dari Guru
pendidikan karakter Indonesia , Muhammad Natsir, beliau berkata bahwa suatu
bangsa tidak akan maju , sebelum ada di antara bangsa itu segolongan guru yang
suka berkorban untuk keperluan bangsanya. Dalam pandangan M.Natsir posisi guru
memang sangat penting untuk kemajuan bangsa dan negara.
Kontroversi PPG (Pendidikan Profesi Guru)
PPG merupakan salah satu produk
dari LPTK.PPG ini merupakan salah satu pertaruhan dari LPTK untuk menghasilkan
calon guru yang berkompeten.Dalam peraturan PPG seseorang yang ingin menjadi
guru maka diwajibkan untuk mengikuti program ini.PPG ini juga sekali lagi
menyamaratakan antara prodi pendidikan dan non-kependidikan wajib untuk dIikuti
jika ingin berprofesi sebagai guru.
Penyemarataan jurusan pendidikan
dan non-kependidikan ini merupakan satu langkah yang memperlihatkan bahwa
pemerintah tidak serius dalam meningkatkan kualitas pendidikan.Sekali lagi ini
menjadi pukulan untuk prodi pendidikan yang terkesan dipandang sebelah mata.
Jika kita lihat lagi secara
realitas , lulusan-lulusan terbaik SMA/sederajat justru lebih memilih jurusan
lain yang lebih bergengsi menurutnya semisal Kedokteran , Teknik , Ekonomi ,
dsb. Alhasil jurusan kependidikan hanyalah pilihan terakhir atau bisa dianggap
sisa-sisa pilihan.PPG mungkin bisa sekali lagi menjadi mimpi buruk bagi pegiat
pendidikan karenanya sekali mereka harus dihadapkan pada masa depan guru yang
semakin suram dari segi lapangan pekerjaan , kesempatan berkembang , dan
ketidak-adilan yang disebabkan dari kebijakan PPG tersebut.
PPG akhirnya mungkin bukan lagi
menjadi sebuah program untuk mematangkan ilmu pendidikan tapi mungkin lebih
menjadi sertifikasi untuk mencari sebuah “pekerjaan” yang menghasilkan uang dan
bukan benar-benar untuk tujuan mendidik.
Jika kita kembali memaknai
pendidikan , maka akan kita temui bahwa pendidikan itu adalah proses, proses
bagaimana merubah tingkah laku seseorang.Dalam sebuah proses terdapat sebuah
metode untuk menyampaikan pesan ke objek yang akan dididik.Metode ini dinamakan
dengan teori strategi pembelajaran.Disinilah letak perbedaan signifikan lulusan
dari jurusan kependidikan dengan non-kependidikan (yang belum PPG).Ada
pemahaman tentang psikologi dan ilmu pendidikan yang mengakar yang tidak
dipunyai lulusan non-kepedidikan.Jadi secara eksplisit akan ada perbedaan
mendasar antara lulusan pendidikan dengan non-kependidikan.
Jaminan Lulusan
Celakanya terkadang prioritas
menjadi guru sering dijadikan pilihan terakhir jika kemudian akhirnya tidak
laku di dunia industri.Hal ini yang harus kita perbaiki yaitu banyaknya guru
yang tidak kompeten di Indonesia karena dampak ketatnya persaingan industri.
Ada dua hal yang mungkin pemerintah
bisa lakukan terkait posisi sarjana pendidikan dalam dunia pendidikan di
Indonesia.Pertama,pemerintah bisa benar-benar menjamin lulusan guru ini ada
wadah pengkaderan dalam skala nasional untuk ditempatkan di seluruh lini Indonesia.Pemerintah
mungkin bisa mempertimbangkan adanya ikatan kedinasan untuk jurusan
kependidikan ke semua lembaga pendidikan negeri atau swasta agar lebih jelas
prospek guru ke depannya.
Kedua , PPG seyogyanya ada sebagai
pintu gerbang bagi lulusan non-kependidikan untuk merengkuh ilmu pedagogik jika
memang benar komitmen untuk menjadi seorang guru.Ini sebagai alternatif kaderisasi
guru dari lulusan non-kependidikan agar bisa mempunyai bekal pedagogik di
lapangan.Bukan sebaliknya yang justru memukul rata semua jurusan untuk ikut PPG
yang justru akibatnya terkesan ada pelemahan terhadap lulusan pendidikan itu
sendiri.
Tetapi kebijakan diatas harus juga
diperkuat oleh pemerintah yang jika memang serius untuk membenahi pendidikan
maka haruslah untuk meningkatkan kualitas LPTK terutama juga pada pembinaan dan
pembentukan guru secara berkesinambungan.Mulai dari fasilitas , akses ketersediaan
sumber-sumber ilmu pendidikan yang luas , kurikulum guru yang kontemporer , dan
juga prospek ke depan yang jelas harus segera dibenahi.
Jangan sampai persoalan tentang
pendidikan nasional selalu bermasalah pada sistemnya tanpa
memperhatikan/memperbaiki komponen-komponen yang terlibat didalamnya.Selalu ada
harapan untuk pendidikan Indonesia ke depannya.
Oleh : Nurachman
Kadept. Humas Gerakan PK KAMMI UNJ G-XIII
Langganan:
Posting Komentar
(Atom)
0 komentar:
Posting Komentar