Bumi Manusia Dalam Perspektif Pendidikan
“duniaku bukan jabatan , pangkat , dan gaji
Duniaku bumi manusia dengan segala persoalannya”
Bumi manusia merupakan salah satu roman fenomenal dari
tetralogy buru karya Pramoedya Ananta Toer.Selain Bumi manusia , ada tiga karya
lagi yaitu Anak semua bangsa , Jejak Langkah , dan Rumah kaca.Menariknya ,
tetralogy buru merupakan salah satu karya sastrawan negeri ini yang karyanya
dilarang beredar di negerinya sendiri ketika orde baru memimpin.Bahkan UU
pelarangan tetralogy buru ini masih
belum dicabut hingga hari ini oleh pemerintah.
Terkait pelarangan tetralogy buru , orba secara tendensius
“menduga” pram merupakan bagian dari pki karena bergabung dengan lekra.Tetapi
bukan itu bahasan pada kali ini.
Pram dengan realismenya membuat bumi manusia menjadi “starter”
awal tentang perjuangan “minke” seorang priyayi dalam melawan kolonialisme dari
Nederland (Belanda).Banyak konflik social yang digambarkan dalam roman ini.
Dari persoalan social , psikologis , politik , pendidikan , cinta , dan lain
sebagainya.Dengan latar belakang abad 18-19 kita dibawa untuk menikmati suasana
social masyarakat ketika berada dalam masa kolonialisme.Dimana hukum eropa
merajai segala sendi masyarakat pribumi sebaga kasta masyarakat paling dasar.
Pendidikan saat
kolonialisme balanda
Usaha pendidikan bagi anak-anak di Indonesia
untuk pertama kalinya diberikan pemerintah kolonial Hindia Belanda pada tahun
1848. Kebijakan pemerintah saat itu adalah mendirikan sekolah bagi bumiputera
yang bertujuan untuk menghasilkan pegawai administrasi Belanda yang terampil,
murah dan terdidik.
Hasil pendidikan itu kemudian dimanfaatkan
untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja dan industri. Sejak dilaksanakan politik
etis pada awal abad ke 20, ada upaya dari beberapa tokoh liberal Belanda,
misalnya Van Deventer, untuk mengarahkan pendidikan bagi anak Indonesia demi
pembebasan dari ketidakmatangan berdiri di atas kaki sendiri. Di lain pihak,
kebutuhan akan tenaga-tenaga terdidik dan ahli telah mendorong pemerintah
Hindia Belanda untuk mendirikan sekolah-sekolah secara berjenjang.
Pendidikan Kontemporer
Walaupun banyak makna yang tersirat dalam roman bumi manusia
, saya tertarik untuk membahas lebih dalam tentang aspek pendidikan yang ingin
disampaikan pram dalam roman tersebut.dalam roman tersebut diceritakan bahwa
minke merupakan seorang priyayi (bangsawan) yang disekolahkan di HBS (Hoogere
Burger School).HBS ini semacam sekolah tinggi yang menggunakan bahasa pengantar
belanda.Dalam roman bumi manusia , siswa HBS itu hanya boleh dari golongan
bangsa eropa , bangsawana dari golongan pribumi , dan tokoh terkemuka.
Jika saat ini kita merasa bahwa pendidikan Indonesia saat ini
banyak terinfiltrasi budaya-budaya westernisasi , justru jauh pada zaman
kolonialisme belanda sudah mulai menancapkan westernisasi di sekolah HBS
tersebut.minke pun sebagai seorang kejawen sempat diprotes oleh bunda-nya
sendiri karena terlalu ke-belanda-an dan melupakan jati diri sebagai seorang
Jawa.Tetapi dengan penempaan dari pengalamana dan lingkungan sekitar , minke
memutarbalikkan fakta tersebut.Pendidikan yang diberikan oleh Belanda lewat HBS
justru ia gunakan sebagai pemantik semangat kebangsaan untuk melawan
kolonialisme Belanda.
Westernisasi itu tidaklah selalu buruk , ini tergantung
bagaimana kita memosisikan diri dan memperlakukannya.tidaklah pas bagi seorang
terpelajar untuk menolak suatu kebenaran ataupun sebuah ilmu walaupun ia
berasala dari bangsa penjajah.
Minke adalah seorang pribadi yang terbentuk bukan dari
pendidikan formal seperti HBS semata.Tetapi pengalaman di luar sekolah yang
sangat kuat menempa karakter dari priyayi tersebut.Sifat belajar berani dan
berani belajar untuk mencari tahu dan kritis akan segala keadaan membuatnya
kuat menghadapi berbagai macam sifat seseorang.
Seperti ketika ia berdiskusi tentang masalahnya kepada
seorang veteran perang aceh asal prancis yang di masa pensiunnya menjadi
pelukis yaitu jean marais.Dalam diskusi tersebut minke diberikan wejangan
“Seorang terpelajar harus juga belajar berlaku adil sudah sejak dalam pikiran,
apalagi perbuatan”.inilah titik tolak minke dalam menentukan segala
perbuatannya untuk kedepan.
Tetapi ini juga merupakan sebuah sentilan bagi para mahasiswa
yang sudah zhalim (tidak adil) sejak dalam fikirannya.Kaum terpelajar yang
disandangnya hanya sebatas almamater belaka tanpa ada kontribusi terhadap
masyarakat pada umumnya. Kajian yang sudah mulai menyepi , karakter manusia
“yes-man” sedikit banyak menggambarkan lunturnya tradisi keilmuan dari kaum
berpendidikan tersebut.
Satu hal lagi aspek pendidikan yang saya dapatkan dari
perlawanan yang dilakukan minke terhadap bangsa penjajah. Minke sejak masih
duduk di HBS , walau ia tidak sadar telah mulai merintis untuk melawan belanda
lewat tulisan di harian local berbahasa belanda.ya, melawan dengan tulisan. Dengan
nama pena, Max Tollenaar, ia menuangkan gagasannya dalam tulisan.Mengkritisi
segala aspek social politik yang terjadi di Hindia Belanda dan juga ketika
minke menghadapi media yang memfitnah keluarga nyai ontosoroh , minke
meluruskannya lewat tulisan-tulisan klarifikasi di media.
Perang urat syaraf minke melawan media-media yang dikuasai
oleh belanda lewat tulisan itu mencerminkan betapa minke melawan secara
intelektual.melawan dengan otak bukan otot, karena ia sadar ketika itu hukum
pasti akan selalu berpihak pada kaum eropa (Belanda).
Sekali lagi bahwa penting untuk kaum terpelajar untuk
produktif.produktif dalam mengejawantahkan ide-ide lewat tulisan.Jangan sampai
fikiran-fikiran terus kita perlakukan dengan tidak adil dengan
menenggelamkannya dalam riuhnya dunia muda.
“Didiklah rakyat dengan organisasi dan didiklah penguasa
dengan perlawanan”
Nurachman Ihya'
Langganan:
Posting Komentar
(Atom)
0 komentar:
Posting Komentar