Aku Pemuda . . .



Aku pemuda..
Matahari masih tampak malas untuk menampakkan sinarnya, bumi masih tampak enggan untuk memanjakan manusia dengan kesibukkannya. Setidaknya itu menurutku,  jam 8 pagi dan aku beranjak dari tempat tidur.
“pemalas bangun sudah jam 8!” adikku menyembulkan kepala dari pintu kamarku sambil tertawa meledek.
“bawel lu!” ku lempar bantal ke arahnya terbirit-birit tampaknya dia menghindar.
Gontai rasanya aku berjalan menuju kelas, seperti yang biasa yang ku lakukan di kelas, aku hanya duduk sesekali bergurau, hari ini Bu Armi datang dengan kacamatanya yang tersangkut  ditengah hidungnya, sepertinya penampilan dia hari ini lebih membaik dari sebelumnya, setelah kejadian kemarin ketika menjelaskan mata kuliah yang dia bawakan, secara tak terduga sepatu hak lima centinya copot hingga ia terjungkang dihadapan kami, setelahnya dia bangkit dari jatuhnya lalu berjalan terseok menuju meja dosen yang berada disisi pojok kanan depan kelas kami, dengan menahan rasa malu kembali ia menjelaskan, rasanya ingin terpingkal mengingatnya. Tapi kali ini dia memakai pantofel coklat, manis sekali. tanpa tersadar dia pun mulai mempengaruhi otak kami dengan pengetahuannya. Sepertinya dia lupa kejadian kemarin, kembali hatiku tertawa
Aku pemuda..
Apa yang telah kudapatkan hari ini? Setidaknya Bu Armi tampak manis dengan pantofel coklatnya.
***
Aku pemuda
Hari ini aku mulai mencari buku untuk menambah “intelektual” ku sebagai pemuda, atau entah hanya
tuntutan dosen untuk mencari buku. Panas hari ini peluh menyisir kening hingga seluruh badan, kulihat sepasang mata mendelik ke arahku, hatiku menciut, gadis kecil yang dekil sedikit cantik dengan hidung bangirnya, kuraih receh sekedar mengisi aqua yang ditadahnya, senyumnya merekah dan berlari entah kemana meninggalkanku sendiri,  Aku sedikit gembira, tengah hari berputar-putar untuk mendapatkan buku aku mulai lelah segera mencari Musholla sekedar membasuh muka dengan wudhu dan melepas penat setelah menghadapNya.
Aku menyusuri gang Musholla yang agaknya terpencil setelah shalat, dan berniat untuk segera mendapatkan semua buku yang kucari dan akhirnya melepas penat di rumah.
“bangsaaaaaaaaaaaatttt”
Teriakan itu memekakkan telingaku, aku mencari sumber suara yang terjadi tiba-tiba itu, terlihat rumah kayu bersebelahan dengan kontrakan kumuh, aku menghampiri warga yang tiba-tiba berkerumun lalu menyeruak diantaranya.
“biasa ngamuk lagi” bisik seorang warga sambil menggelengkan kepala dan sepertinya aku belum sepenuhnya paham tentang kejadian ini.
“anjing  pergi  lu semua!!!!” lelaki itu menyorot tajam keluar hingga akhirnya vas bunga melayang ke arah kami.
Di dalam  tampak gadis kecil tadi! Ya! Matanya basah seperti berbicara kepadaku “tolong aku” hatiku kaku, otakku penuh, seluruh warga ngeri menghadapinya hingga selanjutnya mereka hanya menyingkir.
“dasar orang tua gila!” cercaan salah satu warga
Aku mencoba berjalan masuk namun seorang warga menarikku
“jangan bergaya jadi pahlawan dek! kami sudah berkali-kali mencoba, bapaknya stres kami warga juga sudah membawa ke RSJ, tapi kabur bawa-bawa pisau, ngeri bekas preman!”
Dengan penuh berbagai pertanyaan dan keheranan yang bergelayut di otak, aku berjalan pulang.
Aku pemuda..
Apa yang kudapatkan hari ini? Gadis kecil tadi menggerang dan menangis kesakitan di dalam rumahnya saat aku pulang.
***
Aku pemuda..
Kembali aku menyusuri tempat kemarin, setelah kuliah hari ini berakhir rasanya pikiranku berpusat pada kejadian kemarin ingin cepat-cepat mencari tahu jawaban pertanyaan yang membayangiku setelah pulang dari rumah gadis kecil itu, aku mencarinya menyusuri jalan namun gadis itu tidak ada, sebersit hatiku merasa untuk mencoba mendatangi rumahnya dengan perasaan takut yang memenuhi hati.
“assalamu’alaikum” tak terdengar adanya jawaban dari dalam rumah kayu itu
Setelah kuulangi salamku yang kedua terdengar sahutan lemah dan takut
Gadis kecil itu terbelalak melihat aku berada di ambang pintu rumahnya, rasa bersalah terasa olehku karena kemarin melalaikannya, aku mencoba tersenyum namun dengan terburu ia menarik lenganku masuk kedalam rumahnya aku bingung dengan sikapnya dan turut mengikutinya. di dalam rumahnya berantakan dan pengap, aku terkejut mendapati laki-laki kemarin! Laki-laki tirus terbaring dengan membelalakan matanya dan nafas terenggah.
“bapak dari malam kejang-kejang, saya mau bilang warga takut, mereka benci ayah saya” lemas suaranya
“ibumu?” tanyaku padanya
“pelacur! Aku anak jaddah!” muak tampaknya gadis itu
“bapak saya stres setelah kalah judi dan mabuk-mabukan, terus ditinggal emak karena ngga punya duit terus pukulin emak mulu” lanjutnya
Setelah mendengar pernyataan gadis kecil itu tak ada lagi yang kupikirkan dengan setengah berlari aku  memanggil warga sekitar dan beberapa menit kemudian mereka telah mendatangi rumah gadis kecil itu, rumah itu telah penuh dan membawa laki-laki itu ke Rumah Sakit, biar mereka menganggilku “pahlawan kesiangan” setidaknya aku hanya melakukan apa yang menurutku benar
Aku pemuda..
Apa yang kudapatkan hari ini? Bapak gadis kecil itu meregang nyawanya di Rumah Sakit, entah apakah gadis kecil itu harus merasakan sedih atau gembira, tapi senyumnya tulus terpancar untukku.
***
Aku pemuda..
“keren! Kok tulisan lu masuk beberapa media? Gua kira lu Cuma anak muda yang madesu alias masa depan suram! Hahahaha!” Darto berceloteh sambil tertawa sesukanya kepadaku, aku tak tahu apakah dia memberi selamat atau hanya mengejekku, aku hanya mengernyitkan dahi tanpa berkomentar.
Begitu pula teman-teman yang lain dan para dosen memberikan kesan yang tak biasanya padaku, ya aku membuat artikel mengenai kejadian kemarin yang kualami, tak kusangka akan ramai dan akhirnya gadis itu menjadi sorotan hangat media akhir-akhir ini. Aku cukup gembira tulisanku dihargai. Namun itu tak sepenuhnya aku ungkapkan,
Aku pemuda..
Dan setidaknya aku sedikit berkarya..
***
Aku pemuda..
Pagi ini bau tanah menyeruak hidung, desir angin terasa hingga merasuki pori-pori, sepertinya hujan kemarin masih menyisakan bekasnya.
Aku masuk kedalam LSM yang aku bangun bersama teman-teman dan sponsor yang ingin membiayai LSM kami. Setelah aku membuat karya tulis perdanaku, banyak pihak yang menanyakan pengakuanku  terkait kejadian kemarin, akhirnya aku mulai tertarik untuk menulis  dan membuka lahan sosial untuk membimbing anak-anak jalanan.  Kami membuka kelas anak gelandangan dan pengemis untuk kami bantu belajar selayaknya mereka sekolah, seperti pada isi pembukaan Undang-Undang Dasar “mencerdaskan kehidupan bangsa” gadis kecil itu bagian anggota dari LSM kami bersama teman-temannya yang lain dia belajar dan tak sedikit yang  tinggal dan merawat LSM kami karena tak memiliki tempat tinggal.
“enak disini adem.....” kata salah satu dari mereka, kami tertawa mendengarnya, LSM kami memang cukup nyaman walaupun masih mengontrak
 beberapa diantara mereka yang masih memiliki orang tua mendukung kami dan anak mereka karena kami juga membuka lahan usaha untuk mereka agar tetap bisa mengais rejeki.
Aku pemuda..
Dan setidaknya aku telah berkarya..

0 komentar:

Twitter

Search

Like Box